RAGAM LOMBOK – Kinerja Bidang Kebudayaan di Kabupaten Lombok Timur mendapat sorotan tajam dari kalangan akademisi dan pemerhati budaya. Dr. Karomi, akademisi sekaligus pengamat budaya lokal, menyebut bidang tersebut nyaris tak berfungsi dalam menjaga dan merawat kekayaan budaya daerah. Ia bahkan menyebutnya sebagai "bidang tanpa kerjaan".

Menurut Dr. Karomi, seharusnya Bidang Kebudayaan memainkan peran strategis sebagai garda terdepan dalam pelestarian nilai-nilai lokal. Namun kenyataannya, bidang ini tidak menunjukkan eksistensi baik dari sisi program maupun arah kebijakan.

“Kita di Lombok Timur tidak memiliki standar budaya yang jelas. Contohnya pakaian adat masyarakat Sasak yang kini jauh menyimpang dari nilai filosofis warisan leluhur. Sementara di daerah lain, pakaian adat justru menjadi simbol identitas yang diperkuat,” ujarnya.

Senada dengan itu, Muhir, pemerhati budaya yang juga aktif dalam pelestarian budaya lokal, mendukung pernyataan Dr. Karomi. Ia menilai kondisi ini sebagai dampak dari minimnya pemahaman pimpinan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan mengenai tugas strategis pelestarian budaya.

“Apa yang disampaikan oleh Dr. Karomi menurut saya sangat tepat. Masalah utamanya adalah ketidakpahaman pimpinan dinas, yang seharusnya menjadi ujung tombak pemerintah dalam urusan pendidikan dan kebudayaan,” tegas Muhir.

Lebih jauh, Muhir menyebut bahwa akar persoalan ada pada kebijakan tingkat tertinggi. “Pada akhirnya, saya menilai kesalahan terbesar adalah Bupati sebagai pembuat kebijakan. Penempatan individu yang tidak tepat sebagai kepala dinas adalah kesalahan fatal,” tambahnya.

Keduanya memperingatkan bahwa tanpa arah dan strategi yang jelas, Lombok Timur berisiko kehilangan jati diri budaya yang selama ini menjadi warisan leluhur. Mereka mendesak pemerintah daerah untuk segera melakukan kajian menyeluruh terhadap elemen-elemen budaya lokal dan melakukan reformasi kelembagaan di bidang kebudayaan.