(Foto : Samsul Padli Petugas dari Unit SAR Kabupaten Lombok Timur)

RAGAM LOMBOK - Di ketinggian Gunung Rinjani yang berkabut dan berangin, seorang pria tidur seorang diri di celah tebing. Tak ada tenda, hanya selembar playing camp untuk menahan dingin malam. Di tempat itu, ia mengandalkan naluri, pengalaman, dan keyakinan. Bukan semata menunggu pagi, tapi berharap menemukan nyawa yang hilang di antara pasir longsor dan batu tajam.

Itulah sepenggal kisah dari operasi pencarian korban hilang yang dilakukan oleh tim SAR di kawasan perbukitan Sembalun, Lombok Timur. Di balik kerja teknis dan taktik penyelamatan yang sering luput dari perhatian publik, tersimpan cerita tentang keberanian, kesabaran, dan keyakinan yang luar biasa.

Pagi itu, mereka berkumpul dengan satu tujuan: menyelamatkan. Setelah persiapan selesai, tim berangkat sekitar pukul 09.30 WITA menuju Resort Sembalun. Di sana, mereka berkoordinasi dengan kepala resort dan tim awal yang telah bergerak lebih dulu membawa peralatan vertikal rescue. Sebanyak enam orang telah berada di medan lebih dulu.

Tim kemudian diantar ke Bukit Tiga dan tiba sekitar pukul 12.00 siang. Dari titik itu, perjalanan hanya bisa dilanjutkan dengan berjalan kaki, menembus jalur terjal dan kontur tanah yang rapuh. Sekitar pukul 18.30, mereka tiba di lokasi terakhir korban terlihat melalui drone.

Di tengah kabut dan malam yang turun cepat, satu orang yakni, Samsul Padli Anggota Unit Sar Lotim,  memutuskan untuk terus turun. Ia mencari dengan senter, dengan suara, dan dengan harapan. Tapi malam itu, jawaban tidak datang. “Saya panggil tidak ada respon. Saya senter kiri kanan tebing tidak ada, tuturnya.

Setelah laporan ke tim atas dan situasi tak memungkinkan untuk kembali, ia mengambil keputusan: bermalam di tebing. Sendirian.

“Waktu itu saya sendiri, ya khawatir, tapi saya percaya Tuhan bersama saya,” katanya tenang, namun tegas. Bermodalkan pengalaman belasan tahun di dunia penyelamatan, ia tahu, keputusan bermalam itu bukan soal keberanian, tapi soal tanggung jawab.

Cuaca menjadi tantangan terbesar. Kabut tebal membuat jarak pandang terbatas. Medan berpasir dan mudah longsor membuat setiap pijakan harus diperhitungkan. “Kalau posisi korban tidak berpindah dari titik video drone, mungkin malam itu juga saya temukan,” jelasnya Samsul.

Namun alam punya jalan sendiri. Ternyata korban bergerak sendiri sejauh 300 meter, diduga mencari tempat aman di sisi lain tebing.

Tiga hari berlalu sejak langkah pertama tim menyusuri jalur pencarian. Pada hari ketiga, korban akhirnya ditemukan di kedalaman 600 meter dari atas tebing.

Tim penyelamat pertama yang turun adalah anggota dari Basarnas, diikuti oleh tiga penyelamat lainnya, Sementara itu, lebih dari 25 orang bersiaga di atas punggungan untuk mendukung proses evakuasi.

Tempat yang mereka lalui bukan jalur biasa. Medannya curam, berbatu, dan banyak pasir longsor. Tapi nyawa manusia tak bisa ditukar dengan kenyamanan atau rasa aman.

Bagi mereka yang terlibat, misi ini lebih dari sekadar prosedur penyelamatan. Ini tentang jiwa, tentang komitmen, dan tentang panggilan hati.

“Kalau soal evakuasi, saya sudah puluhan kali. Tapi tiap kali beda rasa. Apalagi kalau harus tidur sendiri di tengah tebing,” katanya sambil tersenyum kecil.

Di balik keberhasilan evakuasi ini, tersimpan satu pesan kuat, yakni keberanian bukan hanya tentang melawan rasa takut, tapi tentang bertahan di tengah kesunyian, demi menyelamatkan yang tak mampu menyelamatkan dirinya sendiri.