RAGAM LOMBOK – Akademisi sekaligus praktisi hukum, Dr. Gema Ahmad Muzakir, resmi meluncurkan bukunya yang berjudul “Kepailitan BUMN, Pelayanan Publik dalam Perspektif Hukum dan Kebijakan”. Dalam pemaparannya, Gema menekankan adanya persoalan serius terkait potensi kepailitan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), terutama akibat tumpang tindih regulasi yang masih terjadi hingga saat ini.
Ia menjelaskan, BUMN secara umum terbagi menjadi dua bentuk, yakni Persero dan Perum. Perusahaan berbentuk Persero masih dimungkinkan untuk dipailitkan, khususnya jika terdapat kepemilikan saham oleh pihak swasta. Sebaliknya, Perum tidak dapat dipailitkan karena bukan berbasis saham.
“Kalau berbentuk Persero, misalnya 51 persen dikuasai negara dan 49 persen milik swasta, peluang untuk dipailitkan tetap ada. Tetapi untuk Perum, hal itu tidak bisa dilakukan,” terang Gema, Sabtu (30/8).
Meski demikian, praktik kepailitan terhadap BUMN tidak berjalan mudah. Salah satu kendalanya adalah keberadaan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang secara tegas melarang penyitaan maupun pelelangan aset milik pemerintah. Kondisi ini, menurut Gema, berlawanan dengan prinsip dasar pemberesan dalam mekanisme kepailitan yang seharusnya dijalankan secara terbuka.
Di sisi lain, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa begitu perusahaan dinyatakan pailit, kurator memiliki kewenangan penuh mengurus harta debitur. Kewenangan tersebut mencakup pencatatan aset, mengajukan sita melalui pengadilan niaga, hingga melelang aset untuk melunasi utang.
“Kurator yang menjalankan pemberesan, bukan pihak lain. Surat keputusan pengangkatannya berasal dari Kemenkumham,” jelasnya.
Lebih lanjut, Gema mengingatkan bahwa Pasal 2 UU Kepailitan sebenarnya sudah memberikan syarat jelas, yakni debitur dapat dipailitkan apabila memiliki utang kepada sedikitnya dua kreditur. Namun, implementasi aturan ini menjadi terhambat oleh keberlakuan UU Perbendaharaan Negara yang justru membatasi langkah penyelesaian.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyinggung posisi BUMD yang secara prinsip dapat dipailitkan apabila terbukti gagal membayar kewajiban kepada lebih dari satu pihak. Hanya saja, untuk BUMN, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan melalui Kejaksaan sebagai perwakilan negara.
“Dalam disertasi saya, saya menekankan pentingnya revisi agar tidak ada lagi pasal yang saling bertabrakan. Tanpa sinkronisasi, kurator tidak bisa optimal melaksanakan tugas pemberesan aset,” pungkasnya.(RL).